Sumedang, TiNewss.com - Ikhtiar Bupati Sumedang sudah berusaha maksimal dalam penanganan Corona dalam berbagai aspek, patut diberikan apresiasi setinggi-tinggnya. Bupati, sudah melibatkan banyak pihak termasuk dari elemen masyarakat yang ada. Juga organisasi profesi, ormas dan pemuka agama/masyarakat.
Demikian disampaikan Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Sumedang, dokter Rahmatullah Sidik, kepada TiNewss.com, Senin (13/4/2020)
"Pak Bupati dan seluruh jajaran Pemkab Sumedang, sudah ikhtiar maksimal dan kami memberikan apresiasi setinggi-tinginya," kata dokter Sidik, dalam percakapan melalui WhatApps.
Namun demikian, dokter Sidik mewanti-wanti Pemerintah Kabupaten Sumedang, untuk tetap waspada terhadap bahaya penyebaran Virus Corona yang tidak kelihatan ini.
Ada beberapa hal yang diamati dokter Sidik,dan perlu di waspadai semua pihak. Pertama, faktor skrining pemeriksaan yang masih terbatas dan selektif. Dimana OTG (Baca: Orang Tanpa Gejala) belum bisa periksa mandiri. "Hasilnya bisa terjadi lonjakan bila dites secara serempak, itu prediksi saya," kata dokter yang juga bertugas sebagai Kasie Rehabilitasi di BNN Kabupaten Sumedang.
Kedua, faktor mobilitas yang tinggi antara yang balik ke sumedang dan juga mereka yang berangkat dari Sumedang khususnya ke daerah zona merah. Bukan hanya pada pekerja musiman (jual tahu,indomie,warung nasi), tetapi juga aparat polisi, petugas lapangan yang tempat bekerjanya di Bandung dan sekitarnya.
Akan diperberat dengan faktor ketiga, kondisi sosial masyarakat Sumedang yang beragam. Stigma negatif akan Corona sebagai aib masih kuat. Seperti contoh :
- Kasus reaksi atas penguburan jenazah korban covid di Kiarapayung, Jatinangor beberapa waktu lalu,
- Kasus kasus dimana pasien berbohong terhadap status covid-nya dan statusnya sebagai ODP saat diperiksa di Faskes (baik di FKTP/ Puskesmas/Klinik maupun di RS) karena takut ditolak atau jadi bahan cibiran masyarakat,
- Kasus ODP dan terduga positif yang dijauhi sebagian masyarakat sekitarnya,
- Kasus penolakan warga sekitar SLBN Licin maupun Islamic Center atas wacana penempatan Warga OTG positif.
Akan justru berpotensial membuat stigma negatif yang menguat dan berakibat orang makin gak berani jujur dengan statusnya.
Keempat, kondisi pembatasan aktifitas ekonomi dan kesadaran tiap warga akan patuh aturan social maupun physical distancing yang longgar menjadi potensial penyebaran.
Perlu adanya edukasi yang masif, "saya lihat sudah banyak tokoh dan pemimpin yang turun mengedukasi masyarakat… hanya perlu diperkuat dan diperluas ke tingkat RT RW agar bisa dipahami.. selain juga butuh ketegasan dalam menegakan aturan," ungkapnya.
Ini menjadi modal agar tak terjadi stigma negatif terhadap warga yang menjadi ODP maupun yang positif covid. Yang perlu dipahami juga bahwa pandemi ini bukan hanya terkait masalah kesehatan saja, melainkan menyangkut sosial dan ekonomi juga, maka perlu pendekatan yang bisa menjangkau kebutuhan masyarakat yang terdampak aturan social distancing.
Lebih lanjut, dokter Sidik juga menyoroti masalah APD (Alat Pelindung Diri) bagi tenaga medis menjadi kendala bahkan jadi masalah nasional. Termasuk sejawat Kami yang praktek pribadi di pelosok wilayah Sumedang.
Namùn ada yang sama beratnya yakni Ke-JUJUR-an pasien dalam mengakui kondisi kesehatan terkait covid. Misalnya riwayat bepergian atau pulang dari wilayah zona merah atau pernah dirawat saat di zona merah. "Ketidakjujuran ini bukan hanya membahayakan orang sekitar tetapi juga pemeriksa di fasilitas kesehatan," tegas dokter.
Ini adalah pekerjaan semua pihak, harus lintas sektor dan melibatkan jejaring masyarakat termasuk relawan, karena gak mungkin mengandalkan sektor kesehatan atau pemkab saja, melainkan semua bisa berperan sesuai kemampuan /kompetensinya.