• Selasa, 26 September 2023

Islam Menciptakan Kerukunan Beragama Yes, Pluralisme No!

- Selasa, 27 Desember 2022 | 17:09 WIB
Gubernur Khofifah Ajak Penggemar Gus Dur Jadi Game Changer Pluralisme. (Dok/Kominfo Jatim)
Gubernur Khofifah Ajak Penggemar Gus Dur Jadi Game Changer Pluralisme. (Dok/Kominfo Jatim)

Surabaya menampilkan pesona wajah yang berbeda pada perayaan Natal tahun ini. Berbagai ornamen dan hiasan Natal dipasang di berbagai tempat. Sebab, menurut Agus Hebi Djuniantoro, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengatakan bahwa Surabaya merupakan kota paham atas keberagaman (pluralisme). Berbagai suku, ras, dan agama turut mewarnai masyarakat yang tinggal di Surabaya. (Suarapubliknews.net, 17/02/2022)

Betul, bahwa kita tidak bisa menolak adanya keberagaman suku, ras, agama, dan bahasa di tengah masyarakat. Sebab, kemajemukan (pluralitas) ini adalah alamiah (sunatullah). Oleh karenanya, dibutuhkan adanya tatanan sosial agar di tengah masyarakat terwujud kerukunan hidup dalam keberagaman.

Terkait itu, terdengar masifnya imbauan agar masyarakat memahami arti penting pluralisme dengan mengemban dan melaksanakannya dalam kehidupan sosial. Tujuannya, agar kerukunan antarkeberagaman terwujud khususnya dalam hal beragama di tengah masyarakat yang plural. Namun, terdapat perbedaan antara pluralisme dengan pluralitas yang harus dipahami oleh kita.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Buka Restoran di Pangandaran, Cocok Jadi Referensi Perayaan Tahun Baru

Pluralisme memandang semua agama adalah sama. Yakni, menyembah Tuhan yang sama, hanya saja cara menyembahnya berbeda. Namun, paham tersebut tidak sesuai dengan fakta yang ada. Umat Islam menyembah Tuhan (Allah Taala) yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Sementara, Nasrani dan Yahudi meyakini Tuhan memiliki anak.

Demikian pun, Tuhan yang disembah oleh umat Hindu dan Buddha. Allah tidak menitis sebagai manusia sebagaimana Tuhan yang diyakini umat Buddha. Allah pun berbeda dengan Tuhan yang disembah umat Hindu, Sang Hyang Widi yang digambarkan dalam wujud manusia dalam bentuk yang berbeda. Artinya, Allah tidak bisa dilukiskan dalam wujud makhluk karena Allah berbeda dengan makhluk-Nya dan gaib

Selain itu, penganut pluralisme memandang klaim kebenaran "Hanya agama kami yang benar dan yang salah," sebagai penyebab perpecahan sosial yang harus dihapuskan. Sehingga, tujuan dari pluralisme untuk mewujudkan keeratan sosial di tengah masyarakat akan tercapai.

Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan Bendungan Sadawarna, Apa Manfaatnya Untuk Sumedang

Adapun pluralitas (kemajemukan) diakui dalam Islam. Firman Allah Swt. dalam surah Al-Hujurat ayat 13, "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti."

Keharmonisan antara tiga agama yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi di Spanyol pada masa Khilafah Bani Umayyah direkam indah oleh sejarawan Barat Will Durant dalam The Story of Civilization. Ia menyampaikan bahwa orang-orang Yahudi yang tertindas oleh Romawi membantu kaum muslim yang datang untuk membebaskan Spayol. Mereka akhirnya hidup berdampingan dengan damai, aman, dan bahagia hingga abad ke-12.

Pluralisme bertentangan dengan Islam. Agama yang diturunkan Allah tidak sama dengan semua agama lainnya. Allah Swt. berfirman dalam surah Ali-Imran ayat 19, "Sesungguhnya, agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam."

Baca Juga: Ramalan Zodiak Scorpio Hari Ini, 27 Desember 2022: Perlu Belajar dari Pengalaman

Nyatanya, dalam Kristen sekalipun, Dekrit Vatican 2001 dinyatakan menolak pluralisme beragama. Ajaran klaim kebenaran dan keselamatan secara mayoritas agama masih menjadi sebuah keyakinan. Sehingga, realitas dalam setiap agama bahwa anggapan klaim kebenaran dan keselamatan itu sebenarnya bertentangan.

Hubungan harmonis antaragama sejatinya sangat dipengaruhi oleh tatanan sosial yang menaungi masyarakat. Ya, sepanjang sejarah, hanya Islamlah yang terbukti mampu menata kehidupan majemuk di dunia. Contohnya, saat Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel. Ia menjamin keselamatan dan jiwa pengikut Kristen Ortodoks yang bersembunyi di Gereja Hagia Sophia. Padahal, mereka siap dengan kemungkinan terburuk. Bahkan, mereka masih diperbolehkan memeluk agamanya.

Halaman:

Editor: Rauf Nuryama

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Lemahnya Tanggung Jawab Negara Terhadap Korban Gempa

Sabtu, 14 Januari 2023 | 08:07 WIB

Menilik Makna Penamaan Masjid Al-Jabbar

Kamis, 5 Januari 2023 | 14:10 WIB

PPKM Dicabut, Subvarian Baru Masuk!

Kamis, 5 Januari 2023 | 13:51 WIB

Islam Menciptakan Kerukunan Beragama Yes, Pluralisme No!

Selasa, 27 Desember 2022 | 17:09 WIB

Pesta Mewah disaat Rakyat Susah, benarkah Amanah?

Minggu, 18 Desember 2022 | 13:05 WIB

Benarkah ada Risalah Kebangkitan di Piala Dunia?

Rabu, 14 Desember 2022 | 10:44 WIB

Geng Motor vs Zaid bin Tsabit

Senin, 28 November 2022 | 10:59 WIB

Hati-Hati Liburan, Selain Hujan ada Juga Angin Kencang

Sabtu, 26 Februari 2022 | 16:56 WIB

Bentuk dan Arti Marka Jalan Yang Penting Kamu Ketahui!

Sabtu, 26 Februari 2022 | 15:49 WIB
X