Impor Beras Teratasi dengan Ketahanan Pangan Islami

- Sabtu, 10 Desember 2022 | 21:27 WIB
Ilustrasi, di Negeri ini, Tanah subur makmur. Hasil pertanian melimpah, tapi urusan beras tetap IMPOR. (Pixabay)
Ilustrasi, di Negeri ini, Tanah subur makmur. Hasil pertanian melimpah, tapi urusan beras tetap IMPOR. (Pixabay)

TiNewss.Com - Ibarat ayam mati di lumbung padi. Itulah perumpaan yang tepat buat negeri agraris ini. Negeri yang memiliki lahan pertanian yang luas; yang memiliki sumber daya alam yang melimpah; yang menjadi lumbung Asia; tetapi sekarang harus impor beras karena satu dan lain hal. Sungguh ironis, bukan?

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Apakah para petani sudah malas menggarap lahan pertaniannya? Atau pupuk yang langka dan mahal penyebabnya? Atau lahan pertanian sudah beralih fungsi tidak lagi ditanami padi?

Semua itu bisa menjadi penyebabnya. Para petani sudah malas menggarap tanahnya. Hal ini bisa terjadi mengingat hasil pertanian tidak bisa diandalkan untuk hanya sekadar menyambung hidup.

Banyak petani yang mengeluh karena modal yang dikeluarkan untuk mengolah tanahnya tidak seimbang dengan hasil yang diperoleh. Akibatnya para petani meninggalkan lahan pertaniannya dan beralih pada pekerjaan lain.

Baca Juga: Mendapat Penghargaan dari LAN RI, Sekda Sumedang Tetap Membumi Walau Berada di Atas Langit

Selain itu, juga dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan pangan yang bersifat kapitalistik sehingga tidak berpihak pada petani seperti naiknya harga pupuk, yang membuat produksi berkurang.

Para petani tidak mampu membeli pupuk, akibatnya tanaman berkembang seadanya. Demikian sistem kapitalisme yang diutamakan adalah keuntungan.

Hal yang memberi andil besar pada berkurangnya hasil pertanian yaitu adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian, lahan industri, atau pemukiman. Akibatnya lahan pertanian menjadi semakin sempit.

Adapun berdasarkan rillis BPS 2018, melaui data yang diambil citra satelit melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA), luas lahan baku sawah di Indonesia mengalami penurunan menjadi 7,1 juta hektare. Padahal, luas sebelumnya mencapai 7,75 juta hektare. (BPS, 2013)

Baca Juga: Mau Parkir Berlangganan di Sumedang, Datangi Jadwal Layanan Parkir Berlangganan Keliling: Cek jadwalnya

Di sisi lain petani enggan menjual beras ke Bulog karena harga beras sedang tinggi, sementara Bulog membeli dengan harga yang lebih rendah.

Akibat semua kondisi itu, Bulog kekurangan Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sehingga mengusulkan untuk impor. Impor "perlu" dilakukan karena penyerapan beras oleh Bulog rendah, sementara Kementan gagal menyediakan beras yang dijanjikan.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso. Beliau mengatakan bahwa cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog hanya mencapai 594.856 ton per 22 November 2022.

Jumlah cadangan beras pemerintah atau CBP tersebut jauh di bawah angka ideal minimal sebesar 1,2 juta ton. (katadata.co.id, 26 November 2022)

Halaman:

Editor: Rauf Nuryama

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Difteri Meninggi, Islam Punya Solusi

Senin, 13 Maret 2023 | 13:03 WIB

Jangan Ada Lagi Perempuan Putus Sekolah

Selasa, 14 Februari 2023 | 13:58 WIB

3 Alasan Perlu Belajar Adab Dulu Sebelum Ilmu

Selasa, 20 Desember 2022 | 14:35 WIB

Liberalisme Biang HIV/AIDS Makin Menggurita

Senin, 12 Desember 2022 | 19:29 WIB

Impor Beras Teratasi dengan Ketahanan Pangan Islami

Sabtu, 10 Desember 2022 | 21:27 WIB

Demokrasi Menyuburkan Penista Agama

Senin, 5 Desember 2022 | 10:41 WIB

Puncak Hari Guru Nasional 2022, Guru di Era Kekinian

Kamis, 1 Desember 2022 | 06:45 WIB

SELINGKUH, Kunci Membahagiakan Diri

Selasa, 1 November 2022 | 07:39 WIB

Niru Siapa?

Kamis, 27 Oktober 2022 | 10:58 WIB
X