Lagi, penistaan agama kembali terjadi. Kali ini dilakukan oleh Budayawan Budi Dalton dengan candaan miras 'minuman Rasulullah', kemudian respons tertawa oleh komedian berinisial S dan aktor berinisial SW. Sungguh, lancangnya sikap mereka terhadap manusia mulia, Rasulullah saw.
Merespons video yang beredar, Syahrul Rizal, Ketua Aliansi Pencinta Rasulullah (AMPERA) melaporkan ketiganya ke Polda Metro Jaya. Pihak kepolisian telah menerima laporan tersebut dan terdaftar dengan No. STLP/B/5984/XI/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 23 November 2022.
Hati-hati Riddah
Sebagai umat yang beragama Islam memahami bahwa miras (khamar) adalah minuman yang Allah haramkan dan Dia menyifatinya sebagai perbuatan setan.
Minuman yang menyebabkan akal manusia tidak berfungsi maksimal bahkan menghantarkan pada perbuatan kriminal seperti mencuri, memerkosa membunuh, dan sebagainya.
Namun, sangat disayangkan ada orang yang mengaku muslim dengan entengnya mengucapkan miras 'minuman Rasulullah' meskipun hanya candaan. Sungguh tidak beradab apa yang mereka perbuat!
Menjaga lisan kepada Baginda Rasulullah saw. sangat penting, sekalipun mengungkapkan keadaan Rasulullah saat terluka dalam peperangan harus dengan ungkapan dan diksi sebaik mungkin dan sangat sopan.
Sebab, beliau adalah makhluk Allah yang agung sebagai pembawa risalah-Nya. Dengan dakwahnya, manusia terbebas dari belenggu kesesatan dan menghantarkan pada cahaya iman sehingga lahirlah peradaban mulia yang tidak ada tandingannya hingga detik ini.
Adapun, tertawa terhadap candaan Budi Dalton diserupakan dengan penghinaan. Dikutip dari kitab Mirqotus Suud at-Tasdiq Syarah Sullam Taufiq, “Orang mau mengucapkan, menuliskan, bahkan ekspresi wajah atau ekspresi sikap berupa tertawa itu dalam ilmu mantik masuk bab penghinaan."
Oleh karena itu, wajib bagi seorang muslim yang mengaku iman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menjaga perilaku dan ucapannya agar tidak terjerumus pada kekufuran.
Para ulama menjelaskan bahwa salah satu bentuk kekufuran adalah ucapan yang mengandung unsur penghinaan terhadap Baginda Rasulullah saw.
Para ulama berpendapat bahwa menista Baginda Nabi saw. baik orang itu mengakui atau tidak tetapi jelas mengandung penistaan, disadari atau tidak ucapannya itu, apalagi dijadikan bahan candaan itu masuk dalam bab riddah (murtad).
Pelakunya wajib bertobat dengan tobatan nasuhah.
Nauzubillah, semoga kita terjauhkan dari perilaku demikian dan memohon kepada-Nya agar kita dilindungi.
Artikel Terkait
Mendidik, Tak Bisa Mendadak!
Menolak Kaya!
Niru Siapa?
Terlepas Dari Benar Atau Tidaknya Iklan Sampoerna Mild, Ditinjau dari Semiotika
SELINGKUH, Kunci Membahagiakan Diri