JurnalismeWarga.TiNewss.Com - Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan (16 HAKtP) sedunia, pertama pada 1991 yang diinisiasi oleh Global Women's Institute. Kampanye ini bertujuan untuk mendorong negara di seluruh dunia untuk melakukan berbagai upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan.
Di Indonesia sendiri, keterlibatan kampanye tersebut oleh Komnas Perempuan dimulai sejak 2001. Meskipun, kampanye antikekerasan dilakukan tiap tahunnya oleh lembaga baik di tingkat nasional bahkan internasional, nyatanya kondisi perempuan dari waktu ke waktu tidak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.
CATAHU 2022, terjadi lonjakan pengaduan ke Komnas Perempuan, lembaga layanan dan BADILAG. Peningkatan tajam 50% kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan pada 2021 sebanyak 338.496 kasus dari 226.062 pada 2020.
Dengan rincian pengaduan ke Komnas Perempuan 3.838 kasus, lembaga layanan 7.029 kasus, dan data BADILAG 327.629 kasus. (Komnasperempuan.go.id, 8/3/2022)
Adapun, sebab kampanye tersebut berlangsung selama 16 hari karena dimulai sejak 25 November (HAKTP Internasional) dan berakhir pada 10 Desember sebagai Hari HAM Internasional.
Rentang waktu tersebut merupakan simbolik yang menghubungkan antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM. Artinya, kekerasan terhadap perempuan termasuk pelanggaran HAM yang harus diperhatikan.
Kekerasan terhadap perempuan baik secara fisik maupun nonfisik masih terus terjadi dan kian marak, padahal kampanye antikekerasan sudah dilakukan puluhan tahun.
Bahkan, regulasi berupa UU TP-KS pun tak mampu membendung kekerasan terhadap perempuan. Ini membuktikan bahwa, kampanye dan UU TP-KS bukanlah solusi untuk mengatasi persoalan perempuan baik di Indonesia bahkan dunia sekalipun.
Salah dalam Mencari Akar Persoalan
Siti Aminah, Komisioner Komnas Perempuan menyampaikan bahwa kasus kekerasan terhadap istri berada di urutan pertama dari mayoritas kasus KDRT/RP dan selalu di atas 70%.
Ia pun menganjurkan agar korban segera melapor, dengan melaporkannya maka siklus kekerasan seksual bisa dihentikan dan korban akan mendapat perlindungan sementara. (detiknews, 1/10/2022)
Fenomena tersebut oleh para pegiat kesetaraan gender disimpulkan bahwa perempuan selama ini berada di bawah kekuasaan laki-laki (kepemilikan). Sehingga, ketika perempuan dipandang sebagai properti, maka jika tidak sesuai dengan seleranya atau bosan, ia pantas dirusak.
Budaya patriarki yang mengikat masyarakat pun harus dihapus sebagai solusinya adalah digaungkan ide kesetaraan. Padahal, faktanya ide ini justru membawa perempuan lebih menderita.
Artikel Terkait
Apa Alasan 8 Maret jadi Hari Perempuan Internasional
Hari Perempuan Sedunia, KPK Sebut Peran Wanita Diperlukan Berantas Korupsi
Dewan Pers Kutuk Kekerasan Dan Pembunuhan Wartawan Di Sumatera Utara
'Mengintip', Menjadi pasal Pada Permendikbudristek Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2022, Google Doodle Ikut Merayakan, Berikut Sejarah dan Link Twibbbon-nya
ASN Berulah, Kabid Disbudpora Tendang Perempuan Bermotor Hingga Jatuh Tersungkur
Aturan Baru Kemenag, Menatap dan Bersiul Masuk dalam kategori Kekerasan Seksual
Hingga September 2022, Ada 20 Anak Korban Kekerasan Seksual Mengadu KeĀ P2TP2A Sumedang
Marak Kasus Kasus Kekerasan Pada Perempuan dan Anak Di Sumedang , Siapa Tanggungjawab?