Kasus Gagal Ginjal Akut Pada Anak: Negara Abai Menjaga Kesehatan Generasi?

- Jumat, 11 November 2022 | 23:00 WIB

Jurnalismewarga (TiNewss.Com) - Kementerian Kesehatan RI melaporkan, hingga Minggu (23/10/2020), jumlah pasien dengan gangguan gagal ginjal akut di Indonesia mencapai 245 orang. Mayoritas pasien merupakan usia anak dengan pasien terbanyak bayi di bawah lima tahun (balita). Sedangkan kasus yang dilaporkan di Jabar per 24 Oktober 2022 tercatat sebanyak 41 kasus.

Ke-41 kasus tersebut terdiri dari tiga pasien berhasil sembuh, 15 masih dalam pengobatan, 18 meninggal dunia, dua kasus dikeluarkan dari kategori AKI, tiga kasus masih menunggu konfirmasi.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat menggelar konferensi pers “Perkembangan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia”, di kantor Kemenkes, Jakarta, Jumat (21/10/2022). Budi sekaligus menegaskan hingga saat ini penyebab penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal masih belum dapat diidentifikasi.

Baca Juga: Dandim 0610 dan Bupati Sumedang, Tutup Bakti Siliwangi Manunggal Satata Sariksa TA 2022 di Pamulihan Sumedang

Namun, terdapat dugaan dipicu oleh kandungan zat berbahaya etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether (EGBE).

Menilik terkait obat, perusahaan farmasi di Indonesia didominasi swasta, seperti Dexa Medica, Sanbe, Kalbe Farma, dan Pharos.

Lebih ironis, 90% bahan baku berasal dari luar negeri. (Farmalkes.kemkes.go.id, 9/6/2022. Sehingga wajar, jika terjadi kecolongan terjadinya cemaran bahan berbahaya dalam obat-obatan, karena didominasi swasta.

Dengan peristiwa ini, banyak kalangan menilai bahwa negara telah abai dalam pengurusan kesehatan masyarakat. Dan akibatnya, anak-anak sebagai generasi penerus bangsa menjadi korbannya.

Baca Juga: Atalia Praratya Raih Gelar Doktor, Ridwan Kamil: Selalu Dukung Cita-cita Istri

Dalam sistem kapitalisme saat ini, keuntungan materi dijadikan sebagai fokus utama, termasuk dalam kesehatan.

Adapun negara dalam sistem kapitalisme, bertindak sebagai fasilitator semata. Berbagai kebijakan, justru lebih untuk kepentingan para pemilik modal.

Adapun Islam, menjadikan kesehatan sebagai utama setelah iman. Pantaslah Nabi SAW bersabda, mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah, meski keduanya ada kebaikan.

Dalam Islam, kesehatan termasuk dalam kebutuhan pokok masyarakat. Negara harus memenuhinya untuk seluruh rakyat tanpa kecuali, tanpa membedakan, agama, ras, strata sosial, dll.

Baca Juga: Sebagai Bunda Literasi, Atalia Praratya Raih Penghargaan dalam IKAPI Award 2022, Kategori Promoter

Halaman:

Editor: Rauf Nuryama

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Lemahnya Tanggung Jawab Negara Terhadap Korban Gempa

Sabtu, 14 Januari 2023 | 08:07 WIB

Menilik Makna Penamaan Masjid Al-Jabbar

Kamis, 5 Januari 2023 | 14:10 WIB

PPKM Dicabut, Subvarian Baru Masuk!

Kamis, 5 Januari 2023 | 13:51 WIB

Islam Menciptakan Kerukunan Beragama Yes, Pluralisme No!

Selasa, 27 Desember 2022 | 17:09 WIB

Pesta Mewah disaat Rakyat Susah, benarkah Amanah?

Minggu, 18 Desember 2022 | 13:05 WIB

Benarkah ada Risalah Kebangkitan di Piala Dunia?

Rabu, 14 Desember 2022 | 10:44 WIB

Geng Motor vs Zaid bin Tsabit

Senin, 28 November 2022 | 10:59 WIB

Hati-Hati Liburan, Selain Hujan ada Juga Angin Kencang

Sabtu, 26 Februari 2022 | 16:56 WIB

Bentuk dan Arti Marka Jalan Yang Penting Kamu Ketahui!

Sabtu, 26 Februari 2022 | 15:49 WIB
X