Pengenalan pertama, dalam kategori ilmu al-Ghazali, disebut ilmu hushuli (ilmu yang dihasilkan lewat proses belajar biasa). Yang kedua disebut ilmu hudluri (ilmu yang dihadirkan atau diberikan oleh Allah langsung kepada siapa saja yang dikehendakiNya, yaitu mereka yang maqam hati dan jiwanya sudah kompatibel untuk menerima limpahan Cahaya ilmuNya).
Dalam seri Kosmologi-Islam">Kosmologi Islam ini, kedua pendekatan itu digunakan. Yang pertama memanfaatkan temuan para ilmuwan geologi, fisika, geofisika, astronomi, astrofisika, tafsir, hadits dan sejarah. Yang kedua dari para sufi, sebagian filosof muslim dan ulama/ilmuwan muslim dari berbagai generasi.
Sintesis dari dua pendekatan itu agaknya bisa dirumuskan, bahwa pengenalan akan CiptaanNya lewat kajian Kosmologi-Islam">Kosmologi Islam, merupakan mukaddimah yang dibutuhkan untuk menjemput limpahan Cahaya IlmuNya sehingga bisa lebih jauh mengenal CiptaanNya; karena dengan semakin mengenal CiptaanNya, akan semakin mengenal Penciptanya, maka Ilmu Hushuli merupakan muqaddimah yang dibutuhkan untuk menjemput Ilmu Hudluri.
Inilah urgensi menghidupkan kembali kajian kosmologi dalam Islam.
Kosmologi-Islam">Kosmologi Islam dengan wataknya yang tidak hanya komprehensif tapi juga sangat detil. Memiliki solusi agar manusia bisa keluar dari jebakan lingkaran paradok modernisme berhala-berhala baru, yang dapat mengambil berbagai bentuk sangat halus.
Meliputi semua yang membuat kita terlena dan berpaling dari mengingatNya. Semua produk materialisme-modernisme di satu sisi memang telah membuat kehidupan ini menjadi lebih mudah.Namun sekaligus sangat rentan terhadap aneka jebakan modernisme.
Istri/suami, anak, harta, pangkat, jabatan, pekerjaan, perusahaan, atasan, bawahan, parpol, ormas, komunitas, musik, hoby, gelar, status sosial, dogma, asumsi, prasangka, berbagai isme, nafsu, syahwat, ilmu, amal, gengsi, game, bahkan HP, semuanya bisa menjadi berhala-berhala baru. Semuanya merupakan sumber fitnah bermata dua.
Secangkir kopi memang nikmat; ia bisa membuat kita terlena hingga lalai dari mengingatNya, tapi bisa juga menjadi sarana untuk memperkuat rasa syukur atas seluruh nikmatNya.
Selamat merenung sambil ngopi...!!!

Maman Supriatman, lahir di Kawali, Ciamis pada 25 Agustus 1958. Dosen Filsafat dan Manajemen Pendidikan pada Jurusan Manajemen Pendidikan Islam (2016-sekarang; sebelumnya dosen pada Jurusan PAI sejak 1983-2016) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon.