TiNewss.Com - Sosok Al-Hajjaj yang sangat kontroversial dan pelik dalam sejarah awal Islam, hingga Nabi SAW, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib pernah menyinggung dan mendoakan sosok ini, padahal saat itu Al-Hajjaj belum lahir, seakan mengingatkan kita tentang fitnah dan kontroversi yang akan menimpa umat Islam di akhir zaman, sebagai akibat dari pembagian Juz Al-Qur'an yang diperintahkan Al-Hajjaj kepada para cendekiawan Irak waktu itu.
Yang tidak kalah mengherankan adalah, perintah Al-Hajjaj kepada para cendekiawan Irak untuk membagi Al-Qur'an menjadi 30 Juz sebagaimana yang kita kenal sekarang, telah diterima secara universal selama hampir 1400 tahun, tanpa ada seorang pun yang mempertanyakannya, hingga datang Syekh Imran dengan bukunya "AL-QURAN DAN BULAN, Metodologi Ilahi dalam Mengkhatamkan Al-Qur'an di Setiap Bulan".
Meskipun Syekh Imran sama sekali tidak menyebut nama Al-Hajjaj, namun Metodologi yang ditawarkannya, tidak terlepas dari sosok Al-Hajjaj yang pelik dan kontroversial, yang dengan pembagian 30 Juz Al-Qur'an itu, faktanya telah merubah cara dan sistem waktu dalam mengkhatamkan Al-Qur'an.
Dunia Islam pada umumnya menerima pembagian Juz Al-Hajjaj dan menjadikannya sebagai patokan dalam cara mengkhatamkan Al-Qur'an, yang tidak ada hubungannya dengan sistem waktu bulan. Sementara Malaikat Jibril mengajarkan kepada Rasulullah SAW pada setiap malam di bulan Ramadhan dengan menggunakan sistem waktu bulan.
Bulan Ramadhan disebut bulan Al-Qur'an setidaknya karena dua sebab. Pertama, karena Al-Qur'an diturunkan pada bulan Ramadhan (Al-Baqarah: 185; Ad-Dukhan: 43; dan Al-Qadar: 1);
Kedua, karena pada bulan Ramadhan Malaikat Jibril turun setiap malam untuk mengajarkan kepada Rasulullah SAW tentang cara membaca Al-Qur'an yang harus diselesaikan tiap malam hingga khatam di malam terakhir Ramadhan. Setelah itu barulah Jibril mengajarkan isinya, dan mengajarkan urutan Ayat dan Surat Al-Qur'an (QS. Al-Qiyamah: 17-19).
Baca Juga: Rahasia Keberkahan Istighfar Seri Ke-10 : Sarana Menggapai Kenikmatan Hidup dari Allah
Bulan Ramadhan disebut pula "Syahrul Qur'an" atau Bulan Al-Qur'an, untuk menunjukkan hubungan yang sangat erat antara Bulan Ramadhan dengan Al-Qur'an.
Hubungan erat antara Ramadhan dengan Al-Qur'an, mengimplikasikan cara membaca dan mengkhatamkan Al-Qur'an harus mengikuti sistem waktu bulan, yang telah ditetapkan Allah dalam siklus kehidupan di bumi (QS. Yunus: 5), sehingga tidak boleh terlepas dari sistem waktu kosmik dan sistem Waktu Absolut.
Pelanggaran atas ritme sistem waktu bulan akan mempengaruhi ritme dan detak jantung, karena tidak selaras dengan hierarki Sistem Waktu Ilahi. Akibatnya, berjalannya waktu akan terasa semakin lama semakin cepat berlalu.
Baca Juga: Gelar Safari Ramadan Perdana, Bupati Sumedang Kunjungi Desa Kutamandiri di Tanjungsari
Cara memulihkannya adalah dengan membaca dan mengkhatamkan Al-Qur'an mengikuti metodologi sistem waktu bulan.
Subjek ini sangat terkait dengan penentuan awal Ramadhan, yang juga menggunakan sistem waktu bulan, karena bila bergeser hari atau tanggalnya, akan menyebabkan hilangnya peluang memperoleh kemuliaan dan keutamaan malam "lailatul qadar," yang berada dalam hierarki Sistem Waktu Ilahi.
Artikel Terkait
Dajjal dan Hierarki Sistem Waktu Ilahi
Mengkhatamkan Al-Qur'an dengan Metode Ilahi: Cara Melepaskan Diri dari Dekapan Waktu Teknologis
Selain Dibaca, Al-Qur'an Juga Harus Dikaji
Al-Hajjaj, Sosok Kontroversial di Balik Pembagian Juz Al-Qur'an
Rahasia Keberkahan Istighfar Seri Ke-10 : Sarana Menggapai Kenikmatan Hidup dari Allah