TiNewss.Com - Seluruh Kitab Suci sebelum Al-Qur'an diberi nama spesifik: Zabur, Taurat dan Injil. Namun Kitab Suci Terakhir yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW tidak diberi nama khusus, melainkan 'hanya' disebut Al-Qur'an, yang artinya 'pembacaan'.
Ditambah lagi, kata pertama yang diturunkan dalam Wahyu pertama pada Surat Al-'Alaq, adalah perintah Ilahi اقراء, yang berarti 'bacakanlah'.
Oleh karena Al-Qur'an diturunkan kepada orang-orang yang berfikir, maka semua kita mempunyai kewajiban untuk berfikir dalam rangka memahami pemilihan nama yang tidak lazim ini. Kenapa Kitab Suci Terakhir ini 'sekedar' disebut 'pembacaan'? Dan kenapa perintah 'bacakanlah' menjadi kata pertama yang diwahyukan?
Baca Juga: Sambut Ramadhan 1444 H SDIT Insantama Malang Gelar Pawai Tarhib Ramadhan Dengan Meriah
Tentu terdapat kebijaksanaan Ilahi yang tengah berlangsung dalam pilihan nama yang membentuk kata imperatif atau perintah, bahwa Kitab Suci Terakhir yang unik ini bermakna, pertama-tama, untuk 'dibacakan'.
Kemudian, karena kita memiliki kewajiban utama untuk membacakan Al-Qur'an, maka implikasinya ialah, kita tidak akan betul-betul bisa mengkaji Al-Qur'an kecuali kita secara berkesinambungan senantiasa membacanya.
Terdapat beberapa adab dalam mengaji Al-Qur'an, seperti yang sudah secara umum diketahui, yaitu: selalu memohon perlindungan terlebih dahulu kepada Allah dari Syetan yang terkutuk (QS. An-Nahl: 98), dibacakan dengan tartil (QS. Al-Muzammil: 4), dan diharuskan mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Al-Qur'an sedang dibacakan (QS. Al-'Araf: 204).
Baca Juga: Ini 5 Destinasi Unggulan di Kota Siak Provinsi Riau, Terakhir serasa di Bali dan Bromo
Namun yang lebih penting, kita harus senantiasa sadar bahwa Allah SWT telah menurunkan Al-Qur'an dengan kemampuan untuk dapat menyembuhkan, melindungi dan memperbaiki kesehatan kita.
Disamping itu, karena Allah SWT telah menyatakan bahwa "tidak seorang pun bisa menyentuh Al-Qur'an, kecuali yang bersih dan suci", mengindikasikan bahwa ilmu dalam Al-Qur'an tidak bisa ditembus kecuali oleh hati yang setia kepada Kebenaran.
Oleh karena itu, _Syifa_ atau kesembuhan yang sampai ke hati melalui pembacaan Al-Qur'an secara rutin dan berkesinambungan, mengembalikan hati itu kepada kesuciannya, sehingga memungkinkannya untuk mengkaji Al-Qur'an.
Konsekwensinya, siapa pun yang menolak perintah untuk mengaji Al-Qur'an disertai keimanan dan kemurnian dari hatinya, mereka tidak akan bisa menyentuh ilmu yang ada dalam Al-Qur'an.
Inilah implikasi dari pernyataan Allah SWT bahwa hanya bagi mereka yang berhati bersih dan murni disertai keimanan sajalah yang akan benar-benar bisa mengkaji Al-Qur'an:
Artikel Terkait
Tiga Tingkatan Puasa Menurut Al-Ghazali, Ayo Naik Kelas!
Kunci Kebajagiaan: Ujian dan Tanda-tanda Para Pecinta Allah (Bagian 10)
Kunci Kebahagiaan: Kebahagiaan Terbesar yang Bisa Diperoleh Manusia (Bagian 11, Habis)
Pembagian Juz untuk Pembacaan Al-Qur'an Harian
Ramadhan, Bulan Al-Qur'an