Difteri Meninggi, Islam Punya Solusi

- Senin, 13 Maret 2023 | 13:03 WIB
Ilustrasi seseorang dengan gejala difteri (Freepik/benzoix)
Ilustrasi seseorang dengan gejala difteri (Freepik/benzoix)


TiNewss.Com - Pemerintah Indonesia telah berhasil mengeliminasi penyakit difteri dari Tanah Air pada 1990 di mana program imunisasi ramai digalakkan pemerintah, termasuk imunisasi difteri yang diberikan pada bayi baru lahir.

Namun penyakit difteri kembali muncul pada tahun 2009, dan secara bertahap jumlahnya meningkat dalam beberapa tahun hingga yang terjadi pada saat ini.

Ketua Tim Surveilans, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat Dewi Ambarwati mengatakan bahwa sebagian warga sekitar tidak menyadari penyakit difteri sehingga lalai dalam penanganan pertama.

Baca Juga: Bupati Dony Ahmad Munir Jadi Juri Kehormatan Karnaval ASN BerAKHLAK di Sumedang

Difteri merupakan penyakit sangat menular yang disebabkan oleh kuman "corynebacterium diptheriae".

Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa demam yang tidak begitu tinggi, sekitar 38 derajat celcius, munculnya "pseudomembran" atau selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit waktu menelan, tenggorokan terasa sakit, serta suara serak.

Jika terlambat ditangani, racun dari difteri itu bisa sampai ke jantung, dan itulah yang menyebabkan kematian.

Baca Juga: Asdep Kemenpan RB Sebut Karnaval ASN BerAKHLAK di Sumedang, Pertama di Indonesia

Difteri bisa dicegah dengan vaksinasi. Namun, karena rendahnya capaian vaksinasi, menyebabkan kekebalan komunal tidak bisa dicapai.

Keberadaan penyakit berbahaya menjadi cerminan buruknya kondisi kesehatan negeri ini. Negeri kita gagal dalam mewujudkan pelayanan kesehatan terbaik.

Kondisi ini akibat sistem kapitalisme, yang menyebabkan kemiskinan struktural. Bahan pangan mahal, harga-harga naik, dan pajak tinggi, menyebabkan kesulitan hidup dan abai terhadap masalah kesehatan. Akhirnya berefek kepada imunitas tubuh.

Baca Juga: Bumdesma Sembada Darmaraja Bagikan Dana Sosial

Keberadaan program jaminan kesehatan pun menyulitkan. Mayarakat harus mengeluarkan iuran rutin, proses pemeriksaan yang berbelit, namun juga dihadapkan kepada pelayanan yang terbatas dan terkesan diskriminatif.

Sementara sumber pendapatan negara mengandalkan pajak dan hutang. Sedangkan kekayaan alam milik rakyat semisal hutan, gas, tembaga, dll diserahkan kepada korporasi baik lokal maupun asing. Efeknya, anggaran untuk kesehatan menjadi minim.

Berdasar ini, menurut penulis, wajarlah jika ditemukan berbagai penyakit termasuk difteri.

Halaman:

Editor: Rauf Nuryama

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Keasyikan Ngonten, Jangan Sampai Lupa Daratan

Kamis, 25 Mei 2023 | 07:44 WIB

Difteri Meninggi, Islam Punya Solusi

Senin, 13 Maret 2023 | 13:03 WIB

Jangan Ada Lagi Perempuan Putus Sekolah

Selasa, 14 Februari 2023 | 13:58 WIB

3 Alasan Perlu Belajar Adab Dulu Sebelum Ilmu

Selasa, 20 Desember 2022 | 14:35 WIB
X