Poin penting dari tulisan itu adalah bahwa warisan budaya bertani dan berternak memiliki pengaruh pada sifat budaya masyarakat setempat. Masyarakat petani lebih cenderung bekerja sama dan memiliki ketenangan hidup, sedangkan masyarakat beternak memiliki sifat bekerja sendiri dan selalu merasa khawatir.
Atas sifat budaya tersebut tentu akan berpengaruh pada perilaku masyarakat. Beternak akan lebih agresif karena untuk mempertahankan kehormatan dirinya, sedangkan yang bertani lebih tenang, lebih lembut. Warisan budaya seperti ini bisa jadi sama atau beda dengan masyarakat yang lain.
Terlepas dari itu, saya akan melihat perubahan warisan budaya masyarakat Jatigede. Masyarakat Jatigede sebelum daerahnya tenggelam oleh Waduk Jatigede mayoritas hidup nya bertani.
Bila melihat hasil penelitian di Harlan, ada kemiripan sifat dengan masyarakat Jatigede. Kehidupan bertani masyarakat Jatigede memiliki sifat bekerja sama.
Dalam mencangkul, selalu bekerja sama dengan orang lain, sangat jarang yang mencangkul sendiri. Ketika tandur --menanam padi-- juga bersama-sama, ngarambet --membersihkan padi dan rumput-- juga bersama-sama. Memanen padi juga dilakukan bersama-sama. Apalagi bila panen padinya zaman dulu,-- padi panjang-- ketika masih geugeusan, mangkek--nya itu selalu bersama-sama di malam hari. Ini sangat ramai, dan menyenangkan. Budaya ini mulai berubah dengan adanya padi pendek.