TiNewss.Com - Setelah minyak goreng(migor) sempat hilang dipasaran, kini kembali bisa didapatkan meski dengan harga fantastis.
Para ibu termasuk yang disulitkan jika migor hilang atau naik melambung harganya. Padahal tanggung jawab perdapuran ada di pundak mereka. Dan kesehatan anggota keluarga, salah satunya berasal dari dapur, tergantung pada makanan yang disantap keluarga.
Penulis mengalami, beberapa waktu ke belakang bisa membeli dua liter migor kemasan. Kini, untuk mendapat satu liter saja harus merogoh kantong lebih dalam.
Kesulitan juga pasti dirasakan oleh para pedagang kecil, yang mengandalkan penggunaan migor.
Salah satu solusi yang dilakukan adalah penerapan harga ecer tertinggi (HET). Namun kita ingat, beberapa waktu lalu dengan pemberlakuan HET, migor malah raib dari pasaran.
Jika ditelisik, krisis migor disebabkan sistem kapitalisme saat ini. Salah satu konsep kapitalisme, yaitu distribusi kekayaan berbasis harga. Dengan kata lain, jika seseorang mampu membeli, maka ia dapat memperoleh kekayaan yang dibutuhkannya.
Maka, para kapitalis (pemilik modal) dapat memainkan harga sekehendak hati.
Di sisi lain, kapitalisme tidak mengenal batasan kepemilikan. Aset-aset yang seharusnya milik masyarakat secara bersama, bisa dimiliki segelintir orang jika mampu untuk membelinya.
Adapun mereka yang diberi amanah memimpin masyarakat justru berperan sebagai fasilitator, yang sebagian besarnya memberi fasilitas kepada para pengusaha dibandingkan kepada rakyat. Demikian pula regulasi yang dikeluarkan, terlihat lebih berpihak kepada para pengusaha.
Sehingga terdapat fenomena, penguasa seolah tidak berdaya di hadapan pengusaha.
Adapun jika menilik kepada syariat Islam, terdapat prinsip-prinsip yang mampu mengatasi krisis migor ini. Diantaranya adalah:
1. Terdapat kepemilikan umum, yang terlarang dipindahtangankan menjadi milik individu. Hal ini sebagaimana hadits Nabi SAW: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
2. Larangan mematok harga.
Permintaan penentuan harga pernah tejadi pada zaman Rasulullah. Yahya Bin Umar memulai diskusi dengan menyitir salah satu hadits dari Anas bin Malik: