Kondisi ini tidak lain disebabkan sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri kita tercinta ini. Kapitalisme menjadikan ekonomi sebagai prioritas sehingga mengalahkan perhatian terhadap keselamatan jiwa masyarakat.
Sistem kapitalisme juga menciptakan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Prinsip 'invisible hand' seperti yang digagas pencetus kapitalisme Adam Smith, menjadikan kehidupan seolah hutan rimba. Siapa yang kuat secara modal ia akan bertahan, dan yang lemah akan tersisihkan. Maka tidak aneh jika ditemukan kemiskinan melingkari keluarga besar A, dan sebaliknya keluarga besar B dalam kekayaan yang bisa sampai tujuh turunan.
Dalam kondisi tanpa pandemi saja, sistem kapitalisme nyata-nyata telah menyebabkan kemiskinan pada mayoritas masyarakat. Jangankan pada anak yatim, anak-anak yang memiliki orang tua lengkap saja kerap dihadapkan pada gizi buruk dan kesulitan dalam memperoleh pendidikan yang layak. Apalagi di masa pandemi, sistem kapitalisme menyebabkan jumlah rakyat miskin semakin banyak.
Semua ini menjadi bukti, bahwa kapitalisme tidak mampu mensejahtetakan. Baik dalam kondisi normal, apalagi saat pandemi.
Adapun mereka yang diamanahi memimpin masyarakat bertindak sebagai regulator bagi para kapital/pemilik modal besar, sehingga urusan masyarakat menjadi terabaikan.