KK Pasangan Siri dan Problem Perlindungan Perempuan

- Kamis, 21 Oktober 2021 | 19:03 WIB
KK Pasangan Siri dan Problem Perlindungan Perempuan (TiNewss/NN.Verakhairunnisa)
KK Pasangan Siri dan Problem Perlindungan Perempuan (TiNewss/NN.Verakhairunnisa)

nikah siri kini dalam sorotan, tatkala Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut pasangan suami istri yang menikah siri tetap bisa membuat kartu keluarga (KK). Tidak hanya itu, anak keturunan dan hasil nikah sirinya pun bisa memperoleh Akta Kelahiran.

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menyoroti soal perlindungan perempuan dan anak dengan diberikannya kartu keluarga (KK) pada pasangan nikah siri.

"nikah siri itu tidak boleh selama-selamanya tidak terikat hukum administrasi negara, itu akan merugikan perempuan, melemahkan perempuan, karena mereka tidak punya kekuatan yang memaksa untuk bertanggung jawab terhadap anak, nafkah dan sebagainya," ucap Asep. (detik. com, 07/10/2021)

Mengapa nikah siri dikaitkan dengan perlindungan perempuan dan hak anak? Sebab pada realitanya selama ini, praktek pernikahan siri cenderung merugikan pihak perempuan dan anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut.

Di antara kerugian tersebut adalah: Pertama, pernikahan dianggap tak pernah ada oleh negara. Kedua, status anak hasil nikah siri disamakan dengan anak di luar nikah. Ketiga, suami tidak berkewajiban memberi nafkah. Keempat, istri dan anak tidak memiliki hak waris. (diringkas dari artikel di theasianparent. com)

Lantas, apakah dengan diberikan KK akan mampu merubah fakta pernikahan siri? Apakah perempuan dan anak dari pernikahan ini bisa mendapatkan hak yang sama dengan perempuan dan anak dari pernikahan yang dicatat negara?

Pakar kebijakan publik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Agus Sukristyanto menjelaskan, mencatatkan dan mempunyai KK berbeda. Sedangkan wacana terkait kebijakan nikah siri yang bisa mempunyai KK masih belum masuk agenda kebijakan.

"Sangat berbeda. Jadi tidak masalah semua penduduk tercatat dalam KK. Tapi (tetap) tidak ada legalitasnya. Dan perempuan yang dirugikan dalam nikah siri ini," ujar Agus. (detik. com, 13/10/2021)

Sementara itu, menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, diperbolehkannya pasangan nikah siri mendapatkan KK dengan alasan pencatatan kependudukan adalah alasan yang tidak mempertimbangkan aspek perlindungan perempuan.

Ia juga mengatakan bahwa jaminan perlindungan dari undang-undang sangat diperlukan, terutama jika di kemudian hari timbul masalah dalam pernikahan, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). (kompas. com, 08/10/21)

Maka, agaknya terlalu berlebihan mengharapkan perempuan yang melakukan nikah siri, bisa mendapat perlindungan hanya dengan dibolehkannya pasangan nikah siri tercatat dalam KK.

Lantas, bagaimana solusi untuk bisa melindungi perempuan?

Satu hal yang semestinya kita sadari adalah bahwa problem perlindungan perempuan ini bukan disebabkan oleh nikah siri itu sendiri. Pada faktanya, betapa banyak perempuan di luar sana, mereka yang menikahnya dicatat negara pun, tidak mendapatkan jaminan perlindungan.

Bukankah kita tidak sulit menemukan sebuah keluarga, dimana sang istri, selain harus menjalankan peran utamanya sebagai seorang ibu, ia pun harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga?

Halaman:

Editor: Rauf Nuryama

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X